Selasa, 15 Januari 2013

INDIKATOR KINERJA SMK3 PERUSAHAAN


Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3 perusahaan harusmenggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasarpenilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenaikeberhasilan pencapaian SMK3.Dengan adanya indikator kinerja maka akan dihasilkan suatu sasaranK3 yang khusus dimana sasaran tersebut dapat diukur, dicapai, sesuaidengan kenyataannya serta memiliki jangka waktu pencapaiannya.
Misalnya :
Tujuan : Melaksanakan SMK3
Sasaran            : Penerapan SMK3 secara penuh dalam waktu enam bulanIndikator: % unit kerja yang memenuhi criteria
Sasaran khusus: Seluruh unit kerja dalam perusahaan memenuhi seluruh kriteria audit SMK3 dalamwaktu 6 bulan.

Tujuan : Mengurangi cidera akibat penanganan manual di gudang 
Sasaran            : Pengurangan cidera sebesar 50% dari data tahun lalu
Indikator          : % jumlah cidera akibat penanganan manual
Sasaran khusus: Mengurangi jumlah cidera akibat penanganan manual di gudang sebesar 50% daridata cidera tahun lalu.

Beberapa indikator K3 lainnya yang dapat digunakan yaitu ;
1.      Indikator Negatif 
-       Angka kecelakaan kerja
-       Angka kasus penyakit akibat kerja
-       Jumlah laporan pelanggaran K3
-       Jumlah ketidaksesuaian pelaksanaan SMK3

2.      Indikator Positif 
-       Penyelesaian suatu program kerja
-       Jumlah pelatihan yang terlaksana
-       Penyelesaian tindakan pengendalian risiko
-       Angka hasil pengukuran lingkungan kerja
-       Jumlah pemakaian alat pelindung diri
-       Jumlah alat K3 yang tersedia
-       Tingkat kepuasan karyawan akan pelaksanaan K3

Senin, 14 Januari 2013

JOB SAFETY ANALYSIS


Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efisien dan aman. Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan dari menerapkan Job Safety Analysis (JSA) – yang meliputi mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi (baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini.
            JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang :
  • Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.
  • Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.
  • Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.

Pengertian Job Safety Analysis
JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi, dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA :
  • Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi untuk menyebabkan bahaya serius.
  • Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya.
  • Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya.
  • Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan.

Keuntungan dari melaksanakan JSA adalah :
  • Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.
  • Membuat kontak keselamatan pekerja.
  • Mempersiapkan observasi keselamatan yang terencana.
  • Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
  • Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan luar biasa.
  • Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.
  • Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan dalam metode kerja.
  • Mengidentifikasi usaha perlindungan ynag dibutuhkan di tempat kerja.
  • Supervisor dapat belajar mengenai pekerjaan yang mereka pimpin.
  • Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja.
  • Mengurangi absent.
  • Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah.
  • Meningkatkan produktivitas.
  • Adanya sikap positif terhadap keselamatan.








Mengembangkan Sebuah JSA
A.     Memilih Pekerjaan
Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa, supervisor sebuah departemen harus memenuhi faktor berikut ini :

  1. frekuensi kecelakaan.
Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang kecelakaan merupakan prioritas utama dalam JSA.
  1. tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam JSA.
  1. kekerasan potensi
Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
  1. pekerjaan baru
JSA untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat sebisa mungkin. Analisa tidak boleh ditunda hingga kecelakaan atau hamper terjadi kecelakaan.
  1. mendekati bahaya
Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus menjadi prioritas JSA.

B.     Membagi Pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan, pilihlah pekerja yang benar untuk melakukan observasi. Pilihlah pekerja yang berpengalaman, mampu dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide. Jelaskan tujuan dan keuntungan dari JSA kepada pekerja.
Observasi performa pekerja terhadap pekerjaan dan tulis langkah dasar JSA. Rekaman video pekerjaan dapat digunakan untuk peninjauan di masa mendatang. Pertanyakan langkah awal pekerjaan dilanjutkan langkah selanjutnya dan seterusnya.

C.     Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja
Tahap berikutnya untuk mengembangkan JSA adalah identifikasi semua bahaya termasuk dalam setiap langkah. Identifikasi semua bahaya baik yang diproduksi oleh lingkungan dan yang berhubungan dngan prosedur kerja.
Tanyakan pada diri masing-masing pertanyaan berikut untuk setiap tahap:
-          adakah bahaya mogok, akan mogok atau kontak yang berbahaya dengan objek pekerjaan?
-          Dapatkah pekerja memegang objek dengan aman?
-          Dapatkah gerakan mendorong, menarik, mengangkat, menekuk atau memutar yang dilakukan menyebabkan ketegangan?
-          Adakah potensi tergelincir atau tersandung?
-          Adakah bahaya jatuh ketika pekerja berada di tempat tinggi?
-          Dapatkah pekerja mencegah bahaya saar kontak dengan sumber listrik dan kontak putus?
-          Apakah lingkungan berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan? Adakah konsentrasi gas beracun, asap, kabut, uap, debu, panas atau radiasi?
-          Adakah bahaya ledakan?


D.     Mengembangkan Solusi
Langkah terakhir dalam JSA adalah mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi kecelakaan. Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan:
-          Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan
-          Mengubah kondisi fisik yang menimbulkan bahaya.
-          Mengubah prosedur kerja,
-          Mengurangi frekuensi pekerjaan.

Poin utama dari job safety analysis adalah : mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta mengontrol bahaya yang ada.

SMK3 MANUAL PERUSAHAAN

Dasar K3




RANGKUMAN MATERI PELATIHAN
K3 PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

1.   Riksa-uji pertama Ketel Uap tetap, yaitu riksa-uji  yang dilakukan sebelum
      Ketel uapnya dilakukan penembokan / isolasi, sedangkan riksa-uji berkala dilakukan secara teratur setiap sekian tahun sekali.

2.   Pengujian pertama itu dilakukan sebelum Pesawat uapnya memiliki AI, sedangkan
      riksa-uji berkala dilakukan terhadap Pesawat Uap yang telah memiliki AI.

3.   Pengujian tersebut wewenang Pengawas Ketenagakerjaan spesialis PU & BT
      Depnaker/Disnaker, atau AK3 spesialis PU & BT dari PJK3.

4.   Setiap Pesawat Uap harus dilengkapi perlengkapan dengan maksud agar Pesawat
      Uap dimaksud  aman dipakai. Pada Ketel-ketel uap yang tergolong modern,selain
      dilengkai  apendages yang wajib juga ditambah dengan perlengkapan elektrik otomatis.

5.   Ketel Uap tekanan diatas 0,5 Kg/Cm2 harus dilengkapi perlengkapan (apendages)
      yang terdiri dari ;
      Manometer, Safety Valve, Gelas pedoman air, Batas air terendah, Alarm, Pompa
      Air pengisi, Check valve, Kerangan pembuang, Man hole , sludge hole dan
      Pelat nama.

6.   Tingkap pengaman ( safety Valve ) pada Ketel uap berfungsi untuk membuang
      Steam dalam Ketel Uap secara otomatis jika terjadi kelebihan tekanan, sedangkan
      Gelas pedoman air berfungsi sebagai penunjuk tinggi permukaan air dalam Boiler,
      dan alarm berfungsi memberitahukan bilamana air dalam boiler kurang.

7.    Kekurangan air dalam Ketel Uap, dapat mengakibatkan over heating dan
       kemudian karena over heating itu Ketel tersebut bisa meledak.

8.    Over heating juga bisa disebabkan adanya kerak ketel pada permukaan pelat
       dan pipa Ketel yang bersinggungan dengan air Ketel.

9.     Kerak Ketel terjadi karena disebabkan mutu air pengisinya tidak memenuhi
        syarat atau blow down tidak diakukan dengan baik.

10.   Ada Ketel Uap yang dipakai di perusahaan tetapi tidak wajib memiliki  Akte Izin, namun juga harus diawasi oleh Pengawas Ketenagakerjaan.

11.   Sebelum 1988 AI Ketel uap direrbitkan oleh  Ditjen PPK/DPNK3 tetapi setelah     tahun 1988 diterbitkan Depnaker Propinsi, tetapi setelah Otoda ,Ketel yg dipakai
         di kota-kab secara menetap, diterbitkan Disnaker setempat.

12.  Perlengkapan ( Apendages ) untuk Ketel Uap tekanan rendah antara lain;
       - Gelas pedoman air.
       - Pompa air
       - pipa pengaman


13.  Peledakan Ketel Uap yang telah memiiki AI bisa terjadi antara lain karena;
       - Safety valve tidak berfungsi
       - Kekurangan air
       - Adanya kerak yg mengakibatkan over heating.

14.  Jika terjadi over heating,maka kekuatan pelat pipa Ketel akan menjadi lebih
       rendah dari semula.

15.  Ketel uap ialah Pesawat penghasil uap dan uap itu dipergunakan diluar
       Pesawatnya.

16.   Akte Izin Pesawat uap diterbitkan jika dari hasil riksa-uji oleh yang berwenang  ternyata konstruksi Pesawat uap dan perlengkapannya memenuhi syarat.

17.   Setiap bahan Bejana Tekan harus memiliki ; Sertifikat bahan atau surat tanda
        hasil uji bahan.

18.   Jumah minimal Safety Valve Ketel Uap bertekanan kerja diatas 3 Kg/Cm2 minimal harus  2 unit, tetapi jika tekanan kerjanya hanya 3 Kg/Cm2 kebawah cukup satu saja.

19.   Pemeriksaan berkala Ketel Uap kapal minimal sekali setiap tahun, Ketel uap
        darat sekali tiap 2 tahun, Ketel loco sekali tiap 3 tahun, Bejana Uap sekali tiap
        4 tahun.

20.    Pemeriksaan berkala Bejana Tekan minimal sekali tiap 5 tahun. Tetapi untuk
         Bejana Tekan penampung Chlorine  atau senyawanya minimal sekali tiap 2 tahun.

21.    Pesawat Uap atau Bejana Tekan baru dapat dimulai pembuatannya di pabrik
         pembuatnya setelah gambar rencananya disyahkan oleh Dirjen Binwasnaker  Depnakertrans RI, dan pembuatan ini harus diawasi oleh Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap dan Bejana Tekan.

22.   Ketel uap hanya boleh dioperasikan oleh Operator yang bersertifikat dari Dirjen
        Binwasnaker  Depnakertrans  RI.
-          Untuk Ketel Uap kapasitas diatas 10 Ton Uap per jam   ; Oprt,kelas I
-          Untuk Ketel Uap kapasitas 10 T uap perjam atau kurang; Oprt kelas II.

23.   Untuk pemeriksaan pertama Pesawat Uap bertekanan kerja (Wp) 4 Kg/Cm2 tekanan uji padatnya (Hydro Test ) = 8 Kg/Cm2,  untuk Ketel Uap Wp= 6 Kg/Cm2 uji padatnya = 11 Kg/Cm2, untuk Ketel Uap Wp 10 Kg/Cm2 uji padatnya=15 Kg/cm2.


24.    Untuk pemeriksaan berkala Pesawat Uap bertekanan kerja berapapun, tekanan
         Uji padatnya = Wp + 3 Kg/Cm2.

25.   Pada suatu saat ,Ketel uap harus dibersihkan. Untuk keperluan itu Ketelnya harus
        dimatikan dan air didalamnya harus dibuang.

26.   Pemeriksaan visual pesawat uap baru bertujuan untuk mengetahui kondisi seluruh bagian konstruksi dan seluruh perlengkapannya.

27.   Jika HT dilakukan sampai tekanan tertentu sesuai peraturan , kemudian terjadi
        pecah atau bocor atau kerusakan karenanya, hal itu menjadi tanggung jawab
        pemiliknya.

28.   Jika Ketel Uap Wp ( Kg/cm2)  x  HS (m2)  tidak lebih dari 0,2, maka tidak wajib
        memikiki AI untuknya, kecuali Wp nya lebih dari 2 Kg/Cm2.

29.   Jika suatu Bejana  penampung uap  Wp  ( Kg/Cm2) x Volume (dm3) tidak
        lebih dari angka 600, maka tidak wajib memiliki AI.

30.   Jika suatu Superheater yang terbuat dari pipa-pipa dan terpisah dari Ketel uapnya
        memiliki ukuran diamater dalam pipa lebih dari  25 mm, maka harus memiliki
        AI tersendiri untuknya.

31.    Jika suatu Pemanas air ( Economiser ) yang terbuat dari pipa-pipa dan terpisah dari Ketel Uapnya memiliki ukuran diamater dalam pipa lebih dari 50 mm, maka harus memiliki AI tersendiri untuknya.

32.    Pesawat Uap digolongkan menjadi dua yaitu Ketel Uap dan Pesawat Uap selain Boiler.

33.    Yang termasuk Pesawat Uap selain Boiler yaitu ; Pengering uap, Pemanas air, Bejana Uap, Penguap.

34.    Bejana Uap , media bertekanan didalamnya adalah steam.
         Sedangan media didalam Bejana Tekan adalah ; Udara, atau Gas, atau Gas yang
         jika dikempa  menjadi cair.

35.    Botol baja berisi NH3 harus berwarna kuning muda, Botol baja berisi N2 harus
         berwarna  abu-abu rokok, sedangkan Botol baja yang berisi O2 harus berwarna
         putih atau biru muda.

36.    Botol baja harus ditempatkan berdiri, tidak kena sinar matahari langsung, dan
         berkelompok sesuai jenis media yang ada didalamnya.

37.    Setiap Bejana angin compressor harus dilengkapi dengan tingkap pengaman,
         Manometer dan kerangan pembuang.

38.    Setiap botol baja harus dilengkapi katup pengaman.

39.    Bejana tekan yang memiliki volume kurang dari 220 cm3 dan Wp tidak lebih
         dari 2 Kg/Cm2, tidak wajib memiliki Pengesahan pemakaian.

40.    Tebal minimal Pesawat Uap atau Bejana Tekan yang dipakai di Indonesia,
         untuk menghitung tebal minimal yang diperbolehkan, dapat memakai rumus
         menurut JIS, ASME, DIN, BS dan Gronslagen.

41.   Tingkap pengaman yang ukuran diamater dalamnya kurang besar, dapat mengakibatkan tekanan steam dalam Boiler terus meningkat melebihi tekanan
         tertinggi  yang diizinkan.

42.   Setiap pesawat uap suatu saat akan mengalami kerusakan.  Sebelum dilakukan reparasinya harus diperiksakan terebih dahulu kepada yang berwenang untuk
        mendapatkan petunjuk-petunjuknya , selama repair diawasinya dan setelah repair dilakukan riksa-uji kembali..  Pemeriksaan ini tergolong  pemeriksaan khusus.

43.    Ketel Uap yang telah mencapai umur 35 tahun harus dilakukan PB (Penelitian Bahan ).  Sebelum di PB dan setelah di PB harus diperiksakan kepada yang
         berwenang. Pemeriksaan ini tergolong pemeriksaan khusus.

44.    Untuk PB tersebut , pelat Ketel uap dipotong secara dingin, dengan ukuran diamater luar pemotongan = 110 mm, dan diamater dalam pemotongan=100mm,
         yang berarti mata bor yang dipakai berdiameter 5 mm.

45.    PB tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sifat mekanis dan chemis bahan,
         melalui uji tarik, uji kekerasan dsb.

46.   PB kemungkinan besar dapat dilakukan sampai 3 kali, tetapi setelah itu Ketel
        Uap nya harus diafkir.

47.   Reparasi berat suatu Ketel Uap, gambar rencana reparasinya harus mendapat
        Pengesahan terlebih dahulu dari Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI, tetapi
        untuk reparasi ringan tidak memerlukan pengesahan rencana gambar repair tsb.

48.   Jika suatu Ketel pipa api akan diganti 100 % pipa apinya , termasuk reparasi
        ringan.

49.   Jika suatu Ketel pipa air akan diganti lebih dari 10 % jumlah pipanya, termasuk
        reparasi berat.

50.   Jika las-lasan memanjang pada Drum Ketel pipa api atau Ketel pipa air akan
        dilakukan reparasi yang panjangnya lebih dari 25 % dari las-lasan memanjang tersebut ,maka termasuk reparasi berat.

51.   Welder yang melakukan pengelasan konstruksi Pesawat Uap haruslah Juru
        Las kelas I.

52.   Juru Las Kelas I tersebut adalah juru las yang telah lulus uji  G1, G2,G3, G4, G5,
        dan G6 , bersertifikat dari yang berwenang , serta masih berlaku.


53.  Kawat las yang dipakai untuk mengelas Pesawat Uap harus yang sejenis dengan
       base materialnya / sesuai dengan standar internasional yang berlaku,
       Contoh Philips Ph 36, Nikko steel RD 360, Kobe LB 52.




=============================================================
                                               LINGKUNGAN  KERJA

  1. Dasar hukum NAB Faktor Fisika  ditempat kerja adalah UU.No.1 tahun 1970 dan  Kepmenaker No.Kep.51 / Men/1999.

  1. Yang termasuk Faktor fisika ditempat kerja meliputi;
Iklim kerja, Kebisingan, Getaran,  microwafe, sinar UV.

  1. NAB ( Nilai ambang batas ) ialah :.................................................
     ( lihat Kepmenaker No.Kep.51/Men/1999)

  1. Secara garis besar Hirarki pengendalian LK adalah meliputi ; Engineering control, adminisrration control dan Personil Protective Equipment.

  1. Di suatu ruangan produksi pabrik paku, dilakukan pengukuran kebisingan dengan Sound level meter ternyata menunjukkan angka  120 dBA. Pekerja di ruangan tersebut semuanya memamai ear muff sehingga kebisingan yang memajan para pekerja  tinggal mencapai 88 dBA. Maka sebaiknya waktu tugas para pekerja di ruang tersebut berdasarkan Kepmenaker No.Kep.51/Men/1999 dilakukan rotasi dengan bagian lain setiap harinya yang intensitas kebisingannya tidak terlalu tinggi, sehingga dalam setiap hari mereka hanya terpapar kebisingan max 88 dBA selama 4 jam saja.

Jadi Hirarki pengendalian lingkungan kerja hendaknya berurut yaitu dg metode Engineering control, kalau kurang berhasil dengan Adinistration control dan jika sulit untuk dilakukan, maka terakhir adalah penggunaan APD yang sesuai yaitu Ear Muff atau Ear plug.

  1. Terpajan kebisingan yang melebihi batas akan dapat mengakibatkan penurunan daya dengan / tuli, dan mengurangi konsentrasi kerja.

  1. Orang yang bekerja di bagian ruangan yang panas  selama 8 jam sehari termasuk   istirahat 2 jam dengan beban kerja sedang,  tidak boleh terpajan tekanan panas (ISBB) lebih dari 28 derajat celsius ( Lamp.I ).
Nama alat ukur tekanan panas (ISBB) = Heat stress aparturs
Kalau sendainya melebihi batas bagaimana cara mengatasinya ?
. Engineering control misal = pasang kipas angin, ventilasi alam.
. Kalau belum berhasil, lakukan administration control misal = rotasi.

8.   Pekerja bagian mesin gerinda pada pabrik “wajan” bekerja selama 9 jam sehari termasuk istirahat 1 jam, dikalukan pengukuran pada lengan/tangannya dengan Human vibration meter menunjukkan angka  10 m/det2.
      Maka menurut ketentuan yang berlaku, berarti pekerja tersebut telah terpajan getaran getaran melebihi batas.

  1. Seorang pekerja yang melayani dapur peleburan logam, setiap hari bekerja
9 jam kerja, termasuk istirahat 1 jam.  Dari hasil pengukuran dengan UV radiometer, Ia terpajan radiasi sinar UV yang mamancar dari dapur tersebut = 0,2 mW/cm2. maka menurut ketentuan yang berlaku maka radiasi sinar UV yang memajan pekerja tersebut  melebihi NAB.
Bagaimana teknik hirarki pengandaliannya ?
. Dengan engineering control misal : pasang shielding
- Kalau kurang berhasil---adm.control --rotasi
- Kalau rotasi tak mungkin dilakukan, maka terakhir PPE.

  1. NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja diatur dengan UU.No.1 tahun 1970  dan SE.Menaker No.SE.01/Men/1997.

  1. Pada pabrik pengilingan gandum, udara dalam ruang produksi terjadi polusi debu gandum sedemikan rupa, dimana hasil pengujian dengan  Dust sampler dan Analitic balance menunjukkan bahwa kandungan debu gandum di udara lingkungan kerja tersebut mencapai 10 mg/m3.  Menurut  SE Menaker No.SE.01/Men/1997 tentang NAB Faktor kimia diudara lingkungan kerja ternyata telah memelbihi batas ( lebih dari 4 mg/m3).

  1. Atas kondisi ruangan tersebut pada soal No.10 diatas, perusahaan harus melakukan engineering contol dengan cara memasang blower peghisap debu ( dust collector ), dan apabila masih melebihi batas juga maka pekerja harus memakai  Masker yang disediakan perusahaan.

  1. Pada pabrik pengolahan karet alam menjadi barang setengah jadi untuk di export, menggunakan  bahan kimia yaitu NH3 ( Amoniak ).
Dari hasil pengukuran kandungan gas NH3 dalam ruang produksi dengan menggunakan impinger & AAS ( Atomic absorbtion spechtrtofotometric ) ternyata menunjukkan angka 20 mg/m3.
Menurut SE Manaker No.SE.01/Men/1997, maka kandungan gas NH3 diudara lingkungan kerja tersebut telah melebihi NAB ( 17 mg/m3)  oleh karena itu perusahaan wajib mengendalikannya dengan Engineering control dg cara memasang exhaust fan dan jika masih melebihi NAB, pekerja harus memakai repirator yang disediakan perusahaan.

  1.  Pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja diatur dengan UU.No.1 Tahun 1970 dan Kepmenaker No.Kep.187/Men/1999.

  1. Bahan kimia berbahaya  memiliki sifat antara lain  ; iritasi, korosi, radiasi, mudah meledak/menyala.

  1. Pengaruh bahan kimia berbahaya yang melebihi batas terhadap manusia ;
sulit bernafas, kerusakan janin, kanker, pneomokoniosis dsb.

      16. Masuknnya bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui ; makanan/tertelan atau pernapasan.


      17. Tempat kerja yang menggunakan bahan kimia berbahaya dengan jumlah melebihi NAK ( Nilai ambang kuantitas ) wajib mengujikan faktor kimia diudara lingkungan kerjanya kepada laboratorium yang berwenang, minimal sekali setiap 6 bulan.

      18. Tempat kerja yang menggunakan bahan kimia berbahaya dengan jumlah kurang dari NAK , wajib mengujikan faktor kimia di udara lingkungan kerja kepada laboratorium yang berwenang, minimal sekali setiap tahun.

  1. Ergonomis ,artinya  sudah sesuai antara ; pekerjaan, sikap dg peralatan.
            Contoh ; posisi permukaan meja tulis yang ergonomis adalah 10 Cm diatas pusat kita.

  1. Ilmu pengetahuan Hygiene perusahaan, yaitu mempelajari manusia dengan lingkungan kerjanya.



  1. Dampak penerangan di tempat kerja yang kurang memenuhi syarat ;
Kekelahan yang lebih cepat pada mata, menimbulkan kecelakaan kerja.

  1. Dampak penerangan yang baik antara lain mencegah kecelakaan kerja, memelihara produktivitas kerja dan kenyamanan kerja.

  1. Penerangan yang memenuhi syarat memenuhi 7 kriteria sbb ;
a.   Tidak menyilaukan.
b.   Tidak menimbulkan panas yang berlebihan.
c.   Tidak berasap.
d.   Tidak menimbulkan kontras yang berlebihan.
e.   Tidak berkedip
f.    Cahayanya merata
g.   Intensitasnya  cukup ( alat ukurnya “ Lux meter “ )

  1. Soal penerangan
Pada suatu ruangan administrasi di Kantor PT.ABD, dilakukan pengukuran pada meja kerja dengan Lux meter menunjukkan angka 200 Lux.
Menurut Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964, intensitas penerangan di ruang kerja tersebut adalah kurang karena semestinya minimal 300 Lux.

                                                      
            Contoh memperlirakan berapa lux pemerangan di ruang tsb ( kita tdk
Punya alat ukur )

I . A  =  N.  L.  Mf.  Cf
Misal :
Luas ruangan ini ( A )   = 6 x 6 m = 36 m2
Menurut  standart intensitas penerangan > 300 lux.
Jumlah lampu 13 buah,  masing-masing  1000 lumens ..?
Cara pemasangan = Direck lifghting ( coefisien factor / Cf ) = 0,75
Maintanance faktor (Mf) = 0,60 lampu agak kotor
Hitung berapa sekitar berapa Lux intensitas  penerangan ruang ini
Jawab :
I x 36  =   13. 1000.  0,60.  0,65
I          =   13. 1000.  0,60.  0.75  / 36
            =  200 Lux.

Catatan :
Setiap merk lampu, walaupun watt nya sama, besarnya lumens berbeda.
Contoh lampu neon, 10 watt merk philips, jumlah lumens = 370 lumens.
Tetapi untuk lampu pijar walaupun  sama-sama philips 10 watt tidak sama dengan = 370  lumens. Apalagi merknya beda maka besarnya lumen berbeda. Untuk melihat berapa lumens pada suatu lampu dapat dilihat pada bungkus lampu tsb.


  1. Yang diatur dalam Kepmen 187/Men.1987 antara lain menganai NAK, Petugas K3 Kimia, Ahli K3 Kimia, LDKB  dan frekwensi pengujian.

  1. Secara garis besar ada dua  macam ventilasi ditempat kerja , yaitu ventilasi alam dan ventilasi buatan.

  1. Beberapa macam APD antara lain ;  Safety Helmet, Masker, Respirator, Ear muff, ear plug, sarung tangan Safety shoes dsb.

  1. APD yang baik, memenuhi kriteria sbb ; Modelnya tepat dan baik, harga relatif murah, memberi perlindungan yang efektip, meningkatkan rasa percaya diri, memiliki Sertifikat / Recomondasi.



  1. Menurut peraturan perundangan K3 yang berlaku, APD buatan dalam negeri perlu ada sertifikat kelayakan dari Direktur PNK3 Depnakertrans RI, dan
APD buatan luar negeri yang telah bersertifikat luar negeri perlu recomondasi dari Direktur PNK3 Depnakertrans RI.

  1. Menurut peraturan K3 yang berlaku, perusahaan catering yang mengalola makanan di perusahaan wajib memiliki Rekomondasi dari Disnaker setempat.

  1. Menurut PMP No.7 tahun 1964, Cubic Space pada ruang kerja di perusahaan
semestinya tidak kurang dari 1 : 10.
Sebagai contoh, pada suatu ruang Adm.di perusahaan berkuran 4 x 5 meter, tinggi lantai hingga internite= 4 meter, maka jumlah staf administrasi yang
Bekerja disitu jangan lebih dari  4 x 5 x 4 dibagi 10 = 8 orang.

  1. Suatu ruangan produksi di pabrik yang  luasnya  12 X 20 meter, menurut peraturan K3 yang berlaku  total luas jendelanya minimal  = 10 % x 240 M2= 24 m2.

  1. Luas ruang gerak setiap pekerja menurut peraturan  K3 yang berlaku, minimal = 2 M2.

  1. Menurut peraturan K3 yang berlaku ,Toilet  bagi pekerja di perusahaan harus terpisah antara toilet tenaga kerja pria dengan toiletb tenaga kerja wanita.

36. Suatu perusahaan memiliki 60 pekerja pria dan 30 wanita, maka toilet yang harus tersedia di perusahaan tersebut = 6 unit, yaitu 4 unit bagi tenaga kerja pria dan 2 unit bagi tenaga kerja wanita.

  1. Tempat cuci muka yang disediakan bagi pekerja , menurut peraturan K3 yang berlaku wajib  tersedia di perusahaan.

  1. Ruang ganti pakaian dan locker bagi pekerja yang untuk bekerja di perusahaan harus berganti dengan pakaian kerja tertentu ( misal pekerja pada bagian yang mau tidak mau terkena kotoran seperti oli, gemok dsb, ) menurut peraturan K3 yang berlaku harus disediakan di perusahaan.


  1. Pada perusahaan yang mempekerjakan pekerja wanita, menurut peraturan K3 yang berlaku wajib  menyediakan Ruang istirahat sekaligus tempat berhias
bagi pekerja wanita tsb.

  1. Tempat pengumpulan sampah di perusahaan harus di sediakan ,dan tidak
boleh menimbulkan akibat bersarangnya serangga /lalat disitu dan tidak menganggu kesehatan pekerja.

  1. Alat masak dan alat untuk makan/minum di Kantin perusahaan
harus bersih dan mudah dibersihkan.  Kebersihan , penerangan dan ventilasi
pada ruang makan/kantin/dapur harus diperhatikan.

  1. Air minum yang disediakan bagi pekerja harus bersih dan sehat yang dibuktikan dengan sertifikat dari Lab.kesehatan.

  1. Pekerja yang melayani di dapur/kantin juga harus sehat dan tidak menderita penyakit menular, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan pada waktu bertugas harus memakai tutup kepala dan clemek.

  1. Untuk perusahaan yang memiliki pekerja antara 50 sampai 200 orang,wajib menyediakan ruang makan, sedangkan perusahaan yang memiliki pekerja lebih dari 200 orang wajib menyediakan Kantin bagi pekerja.

  1. Dasar hukum  yang mengatur syarat-syarat kebersihan,kesehatan dan penerangan di tempat kerja adalah Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964.





KESEHATAN KERJA

1.  Dasar Hukum pemeriksaan awal, berkala dan khusus tenaga kerja adalah
     UU.No.1 tahun 1970 pasal 8 Juncto  Permenaker No.Per.02/Men/1980 tentang
     Pemeriksaan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan K3.

2.  Menurut peraturan K3 yang berlaku, Frekwensi pemeriksaan berkala bagi seluruh pekerja di perusahaan, adalah minimal sekali setiap tahun.

3.   Dokter pemeriksa kesehatan awal, berkala, khusus bagi pekerja,menurut peraturan K3 yang berlaku  adalah bahwa Dokter yang ditunjuk oleh perusahaan itu sendiri, tetapi Dokter tersebut telah memiliki SKP dari Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

4.   Menurut Permenaker No.per.02/Men/1980, Dokter pemeriksan kesehatan kerja tersebut adalah ada di perusahaan itu sendiri, dan menurut Permenaker No.Per.04/Men/1995 Dokter pemeriksan tersebut juga ada yang di PJK3 bidang kesehatan kerja.

5.   Kewajiban melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan berkala pekerja  tersebut harus disampaikan oleh perusahaan ke Disnaker setempat selambat-lambatnya 2 bulan setelah pemeriksaan dilakukan.

6.  Jika ditemui Penyakit akibat kerja ( occupational decease )  pada tenaga kerja dalam pemeriksaan kesehatan berkala atau khusus tersebut, harus dilaporkan ke Disnaker setempat oleh perusahaan dalam 2 X 24 Jam.

7.   Jumlah Jenis PAK menurut Permenaker No.Per.01/Men/1981 adalah = 30    sedangkan jumlah jenis PAK menurut Kepres No.22/1993 =

8.  Perusahaa-perusahaan  tertentu harus menyediakan pelayanan kesehatan kerja.
     (Klinik di perusahaan ). Menurut Permenaker No.Per.01/Men/1976,  Dokter perusahaan harus memiliki Sertifikat Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan kerja dari Depnakertrans, begitu juga tenaga Paramedisnya berdasarkan Permenaker No.Per.01/Men/1979 harus memiliki sertifikat pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dari Depnakertrans.

9.   Menurut peraturan K3 yang berlaku, Frekwensi kunjungan Dokter perusahaan pada pelayanan kesehatan kerja di perusahaan tergantung kepada jumlah pekerja dan tingkat bahaya di perusahaan ybs.

10. Sarana P3K harus tersedia di perusahaan, yaitu meliputi  Kotak obat lengkap dengan isinya dan tandu.

11. Dasar Hukum pengawasan/penerapan kesehatan kerja di perusahaan  adalah sbb:
      a.  UU.No.1 Tahun 1970
      b.  Permenaker No.Per.02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan kerja dalam
           penyelenggaraan K3.
      c.  Pemenaker No.Per.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan ditempat kerja.
      d.  Permenaker No.Per.01/Men/1981 tentang Penyakit akibat kerja.
      e.  Permenaker No.Per.01/Men/1976
      f.  Permenaker No.Per.01.Men/1979.
      g. Kepres No.22/1993.
     
                                                                  ---o0o----